Kamis, 26 Agustus 2010

Karya Bhakti Budi Laksana XIII APS SMANSA

Logo lama Ambalan Pandawa
Tahun 2003 terasa sangat berarti bagiku, itulah tahun dimana aku resmi bergabung dengan Ambalan Pandawa Srikandi (APS) bersama 33 Bantara lainnya aku jalani step demi step untuk masuk ke dunia kepanduan yang ada di SMA N 1 Purwokerto. Banyak cerita lucu, unik, menarik dan misterius sepanjang perjalanan kami menuju APS tercinta.

Tahap yang sangat menentukan adalah Karya Bhakti Budi Laksana XIII yang diadakan pada tanggal 5-8 Mei 2003 di kawasan hutan Tumiyang, Kebasen, Banyumas. Sebanyak 13 pramuka putra dan 15 pramuka putri turut serta dalam kegiatan ini. Berbagai kegiatan dilaksanakan selama 4 hari 3 malam masa perkemahan.

Hari pertama masih berupa kegiatan ringan seperti pembangunan tenda perkemahan dan sarasehan serta pengenalan APS oleh para Dewan Ambalan (DA). Sampai malam kita masih bercanda dengan sesama peserta dan DA. Kemudian kegiatan hari pertama ditutup dan semua peserta tidur di tenda masing-masing. Lewat tengah malam, terdengar suara kaki melangkah di sekitar tenda. Kita yang di dalam tenda pun antisipasi panggilan dadakan yang sudah kita prediksi bakal ada malam itu. Dan benar ternyata, tiba-tiba suara sirine berbunyi dengan nyaring memecah kesunyian malam itu. Dan para DA dengan seragam lengkap sudah menunggu kita di lapangan apel. Panggilan Luar Biasa atau biasa kita sebut PLB cukup mengagetkan para peserta, inilah latihan ketangkasan dan kesigapan peserta dalam menghadapi hal-hal yang mendadak terjadi. Karena ada beberapa peserta yang terlambat kita diberi "hadiah", olahraga bersama di malam hari. Evaluasi kegiatan hari pertama pun selesai dan seluruh peserta kembali beristirahat namun tak bisa memejamkan mata hingga pagi tiba.

Pagi yang dinanti pun tiba, kegiatan hari kedua merupakan kegiatan paling disukai para peserta, ya Trip to the Jungle sekaligus survival. Seluruh peserta dibagi dalam 4 tim, masing-masing beranggotakan 7 orang. Sebagai bekal kita diberi 1 bungkus mie instan, 10 batang korek api, 3 liter air minum, 100 ml spiritus, kapas, sepotong ubi jalar, sebilah golok. Disinilah kita mulai merasakan aroma persaudaraan antar sesama peserta. Sekitar pukul 9 pagi setelah olahraga pagi dan sarapan peserta berangkat menyusuri jalan setapak menuju tower tertinggi yang ada di dalam hutan.

Logo baru Ambalan Pandawa
Sepanjang perjalanan diisi dengan berbagai materi kepanduan, seperti kesandian, P3K, menaksir, navigasi, peta medan, kompas, jungle survival, mountaineering, bivouac, repling, SAR darat, dan berbagai ketrampilan yang sangat diperlukan dalam keadaan darurat. Kejadian kurang mengenakan terjadi waktu kegiatan SAR darat kebetulan aku jadi Komandan Search and Rescue Unit (Dansru). Pola yang aku pilih adalah menyisir, kemudian aku minta targetman maju dan kompasman membidik sasaran. Kemudian seluruh SRU aku minta maju sampai tempat kompasman berada, tapi apa yang terjadi mereka malah maju terus hingga tempat targetman. Bahkan terus maju, dan bukan lagi menyisir tapi mengikuti jalur jalan. Sudah kacau di tahap pertama. Korban yang berada di tepi jurang akhirnya ditemukan, dan lagi-lagi tanpa pikir panjang dan tidak menunggu komando, para SRU segera memberikan pertolongan pertama tanpa memindahkan korban terlebih dahulu. Walau secara keseluruhan rangkaian latihan SAR Darat berjalan lancar tapi banyak kesalahan yang dibuat. Dan di sesi akhir latihan sebuah hukuman pun kita terima akibat kesalahan yang kami buat, dan sebagai Dansru aku harus rela menerima hukuman 3 kali lipat dari hukuman para anggota SRU.

Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan bivouac disekitar tower Tumiyang, dan disinilah awal kejadian-kejadian yang misterius terjadi. Begitu sampai di tower, hujan dan kabut pun mulai turun. Menurut gosip yang diketahui tempat itu dulunya adalah salah satu tempat "pembantaian" pas jaman G30S/PKI, makin merindinglah kita semua disitu. Sebelum malam tiba beberapa peserta diberi ujian ketrampilan tertentu. Tapi tidak semuanya merupakan ketrampilan yang "serius". Ada seorang peserta yang diminta menyalakan lampu petromax tanpa bantuan spiritus, bisa dibayangkan susahnya, tapi akhirnya berhasil juga. Begitu tiba giliranku, menentukan koordinat wilayah yang dimaksud dan berapa derajat perbedaan arah antara serayu di hulu dan di hilir yang masih terlihat, celakanya kabut turun begitu aku baru mau memulai. Bingung setengah mati apa yang harus dilakukan, sampai aku melihat cahaya dari tower di hulu sungai serayu, akhirnya bisa juga tugas itu selesai walaupun mungkin tidak sesuai harapan.

Kegiatan sore selesai, kita pun beristirahat sejenak untuk melepas lelah. Dan ternyata malam itu juga kita akan turun kembali ke Base Camp. Ingin pingsan rasanya, dengan kelelahan yang amat sangat, belum lagi jarak yang jauh, cuaca hujan dengan kabut yang mulai turun ke daratan dan petir yang menyambar-nyambar padahal posisi kita semua sedang di puncak bukit tertinggi yang ada disitu. Dan harus melewati punggung bukit yang sempit dan di kanan kirinya terdapat jurang terjal untuk kembali ke jalan semula.

Akhirnya kita pun berjalan kembali ke base camp menembus kabut yang makin tebal, dengan sesekali terpaksa harus tiarap saat petir menyambar. Kita semua saling bergandengan tangan dari yang terdepan hingga yang paling belakang. Keanehan mulai terjadi saat tanda perjalanan yang dibuat pada saat berangkat ternyata buntu, padahal tanda itu hanya dibuat sepanjang jalan yang dilewati siang hari sebelumnya. Semua peserta mulai panik, dan panitia pun berusaha tenang menghadapi keadaan yang sangat tidak menguntungkan itu. Rombongan pun berhenti sejenak sambil menunggu "leader" menemukan kembali jalan pulang.

Karena tak juga ditemukan jalan, akhirnya diputuskan untuk membuat jalan baru dengan orientasi ke arah base camp. Tak lagi melewati jalan setapak seperti waktu berangkat tapi langsung menuruni perbukitan. Dingin dan masuk angin sudah tak lagi dirasa, yang ada dipikiran hanya secepatnya sampai di base camp. Jalan yang licin dan guyuran hujan sudah tak lagi dirasa. Seluruh peserta pun maju terus menuju base camp. Setelah terus berjalan tak tentu arah, dari kejauhan tampak sebuah cahaya yang sangat kita kenal, ya itu cahaya dari base camp KBBL, dimana mas dan mba prad sudah menunggu kita disana. Semua pun bersorak gembira, jalan pulang sudah ditemukan. Kita pun makin cepat berjalan ke arah base camp. Dengan badan belepotan lumpur kita terus maju sambil terus bergandengan tangan untuk menjaga semua teman-teman kita.

Sesampainya di base camp kita bersorak lega telah melewati malam yang menegangkan. Dan semua peserta langsung pada berbaring di lapangan apel hanya dengan menggunakan matras. Disini kejadian aneh aku alami. Setelah sampai di base camp aku meminta ijin ke panitia untuk turun ke Dapur Umum (DU) tempat memasak keperluan konsumsi perkemahan yang berjarak sekitar 1 Km dari base camp dengan menuruni bukit, dengan ditemani seorang peserta lainnya aku berlari kencang menuruni bukit untuk segera "membuang" hajat yang tertunda selama 2 hari. Untuk sampai DU harus menyeberangi dua sungai kecil yang banyak batunya. Disungai yang pertama aku melihat obor dan seperti rombongan dari pihak sekolah yang menjenguk kami di perkemahan. Aku pun mengucapkan salam dan terus berlari ke arah DU. Tak ada 10 menit akhirnya sampailah aku di DU. Kesempatan itu aku dan temanku pergunakan untuk "membuang" hajat dan membersihkan badan.

Setelah semua urusan selesai kita kembali naik ke base camp, ternyat butuh waktu lebih lama untuk sampai di base camp, sekitar 30 menit kemudian kita berdua baru sampai dan segera menghadap panitia. Kita pun ditanya tentang apa-apa yang terjadi sepanjang kami ijin. Aku pun menceritakan tentang rombongan pihak sekolah yang membawa obor yang aku sapa di sungai. dan seluruh panitia kaget, karena menurut kabar pihak sekolah sudah turun dari base camp sejak sore hari. Nah terus siapa yang aku temui dan aku sapa disungai tadi?hiiiiiii, langsung merinding bulu kudukku waktu itu. Dan aku pun diminta untuk tidak menceritakan ini kepada peserta yang lain.

Aku pun kembali ke timku yang sudah menunggu untuk makan, aku merasa bahagia sekali karena demi menunggu aku mereka menunda waktu makan mereka, walaupun hanya makan sebungkus mie instant dan sepotong ubi jalar yang dibagi 7 tapi semua merasa sangat nikmat. Kemudian panitia menyuruh kita membuat bivouac di lapangan apel, tapi kita malah lebih memilih menggunakannya sebagai selimut dan tidur berdempet-dempetan beralaskan matras untuk mengurangi rasa dingin, tentu saja laki-laki dan perempuan terpisah.
Malam itu tak ada lagi PLB alias Panggilan Luar Biasa, kita pun tertidur lelap hingga pagi. Dan di pagi hari, setelah olahraga pagi, beberapa peserta termasuk aku diminta untuk turun ke DU untuk mengambil sarapan yang menandakan berakhirnya masa survival. Sesampainya di DU kita disambut dengan senyum manis koordinator DU, dan kita ditawari untuk makan bubur terlebih dahulu biar bisa kuat membawa makanan ke atas. Awalnya kita tidak mau, karena rasa solidaritas dengan teman-teman yang ada diatas yang sedang menunggu kita disana dan belum makan juga. Namun, setelah dibujuk akhirnya kita pun bersedia makan dengan alasan takut kita ga kuat membawa makanan ke atas setelah 2 hari tidak menjumpai makanan yang layak.

Selesai makan kita membawa semua makanan untuk peserta dan panitia yang ada diatas. Sesampainya di atas kita disambut dengan suka cita para peserta yang kelaparan. Walaupun menunya hanya bubur kacang ijo, tempe goreng dan satu jenis sayuran, semua makan dengan lahapnya, maklum 2 hari tidak makan. Dan saat itu entah kenapa panitia sangat baik pada kami, yang sudah habis diperbolehkan menambah makanan lagi sampai benar-benar kenyang dengan alasan setelah ini kami akan menghadapi ganasnya sungai serayu untuk SAR Air bersama tim SAR UBALOKA dari kwarcab. Walaupun makan sudah dengan porsi kuli, ternyat stok makanan masih banyak dan kita semua diminta untuk menghabiskan. Wah sampai akhirnya seluruh peserta angkat tangan kegiatan makan pagi pun dihentikan.

Selesai makan pagi kita berlari menuruni bukit menuju sungai Serayu, sungai terbesar di Banyumas. Disana sudah menunggu satu tim dari SAR UBALOKA. Hari ketiga diisi dengan kegiatan SAR Air dibawah instruktur SAR UBALOKA. Setelah pemanasan, kita disuruh berenang ditepian sungai serayu dengan melawan arus yang waktu itu lumayan deras, walaupun cuma sekitar 15 meter, tapi dengan kondisi melawan arus sungguh sangat berat terasa, dan aku pun hampir tenggelam untung ada temanku disebelahku jadi aku selamat. Selanjutnya kami diperkenalkan dengan perahu boat penyelamat dan cara mendayung. Kita juga diajari bagaimana cara membawa perahu di darat.

Setelah semua teori dasar selesai, waktunya untuk mencoba langsung praktek di sungai serayu. Dimulai dengan mendayung perahu, ternyata butuh kekompakan untuk mendayung perahu agar bisa cepat lajunya. Setelah itu dilanjutkan dengan Balik Perahu untuk membuang air yang masuk ke dalam perahu. Ini kegiatan yang menegangkan karena dilakukan ditengah-tengah sungai yang sedang mengalir deras akibat hujan semalam dan semua awak perahu akan tercebur ke sungai. Setelah perahu terbalik, sebagian awak perahu mengumpulkan dayung agar tidak hanyut terbawa arus. Dan salah seorang akan naik ke atas perahu untuk membaliknya kembali. Butuh tenaga ekstra untuk naik ke atas perahu dan membaliknya lagi.

Setelah perahu berhasil dibalik kembali satu persatu awak perahu naik ke atas perahu dan kembali mendayung ke arah tepian. Begitulah seterusnya hingga tim terakhir selesai. Hari itu memang sangat panas, namun kegembiraan bersama teman-teman mampu mengalahkan semua rasa panas dan dahaga yang menerjang bahkan kulit gosong terbakar sinar matahari pun tidak lagi diperdulikan.

Menjelang sore kegiatan selesai, dan tim SAR UBALOKA pun pamit untuk kembali ke pangkalannya. Kemudian seluruh peserta kembali ke base camp dan bersiap untuk kegiatan malam terakhir, yaitu api unggun. Berbagai atraksi ditampilkan di api unggun. mulai dari menyanyi, puisi, drama, sampai pantomim. Dan rutinitas pun diakhiri dengan menyanyikan bersama-sama lagu "Kemesraan - Iwan Fals" yang membuat banyak diantara peserta menitikkan air mata jika mengingat yang sudah terjadi selama masa perkemahan.

Malam harinya ada tradisi pencarian "Balok Bantara", dimana setiap peserta harus mendapatkannya sebagai salah satu syarat pelantikan. Dan ternyata setelah sekian lama mencari tak satu pun yang mendapatkan benda tersebut. Sampai tak disangka banyak peserta menangis, bukan hanya perempuan tapi juga laki-laki. Mengingat semua halangan yang sudah dilalui dan tinggal step terakhir kita harus pulang dengan tangan hampa. Dan benar kita pun akhirnya pulang dengan tangan hampa tanpa ada tanda bantara yang kita bawa. Kemudian pradana putra dan putri berusaha menenangkan kita, dan kita semua pun maju ke panitia minta kesempatan sekali lagi. Namun, panitia yang sudah kelelahan menolak permintaan kita, hingga terjadi negosiasi cukup alot dan akhirnya kita diberi kesempatan tapi bukan sekarang melainkan pada saat baksos, dimana calon DA APS SMA N 1 Purwokerto akan melakukan Long March dari sekolah hingga tempat baksos yang belum ditentukan pada waktu itu. Dan dengan gagah berani semua peserta menyanggupinya.

Siang harinya kita pun berkemas untuk kembali ke Purwokerto. Setelah upacara penutupan diadakan makan bersama peserta dan panitia, dan selanjutnya dipilih Mas dan Mba Tumiyang. Dan terpilihlah Lulu Setya Budi sebagai Mas Tumiyang. Untuk Mba Tumiyang aku lupa siapa (maklum sudah 7 tahun yang lalu). Dan setelahnya kita kembali ke Purwokerto Satria kota tercinta.

Satyaku kudharmakan
Dharmaku kubhaktikan
Jayalah Ambalan Pandawa Srikandi

2 komentar:

Anonim mengatakan...

wow aq bener2 ikut hanyut di cerita GWKInya mas..
GWKI (KBBl yang sekarang ) ternyata gak se-ekstrim dan se-menantang dulu ....
hmmmm ... tapi kalo disuruh ngulang pun ga mau lah ...
wkwkwk

Mansur Sholeh mengatakan...

tiap angkatan kan pasti punya cerita sendiri-sendiri...tiap angkatan juga kebutuhannya beda-beda, mungkin GWKI yang sekarang dibuat sesuai tuntutan jaman sekarang...